a. Tradisi Mengenai Asal Mula
Setiap komuniti keluarga, klien, desa, kota, atau negara besar atau kecil, mempunyai tradisi yang tetap mengenal asal mulanya. Komuniti itu mungkin terpecah-pecah, bermigrasi, dan mengasimilasi tradisi-tradisi yang baru, atau ditaklikkan oleh yang lainnya dan diserap oleh imigran-imigran yang baru. Pada setiap tingkat dari tranformasi, tradisi berada dalam pengkristalan dan kembali untuk mengakomodasi kondisi-kondisi yang berubah, dan suatu tradisi yang baru mengenal asal mula diformulasikan oleh komuniti yang baru. Tradisi-tradisi ini menjadi dasar pokok dari pandangan komuniti mengenai sejarah. Prosese yang sesungguhnya dari pembuatan tradisi dan akulturasi di dalam komuniti, dan dari penyampaian tradisi ke generasi-generasi yang berikutnya, mengembangkn suatu kesadaran sejarah yang menjadi tersebar luas di Afrika.
Tradisi-tradisi asal mula ini tidaklah mengusahakan suatu penjelasan secara sejarah di dalam pandangan modern Eropa mengenai teks-teks dan kronologi yang dapat dibuktikan. Mereka mengembangkan pengertian dan penghormatan terhadap pranata-pranata dan praktek-praktek dari komuniti. Mereka memberikan penjelasan mengenai dunia sebagaimana dilihat oleh komuniti asal mula dari tanah dan laut, manusia dan berbagai macam jenis makhluk yang lain, asal mula dari negara, dasar dari adanya hukum-hukum adat istiadat yang berbeda, hak komunitas atas tanah yang dimiliki, bagaimana dan mengapa dewa-dewa yang mereka puja berbeda dengan dewa-dewa yang dipuja oleh tetangganya, dan lain-lain.
Kronologi dan sebab-musabab yang tepat tidaklah begitu relevan. Sampai kepada batas-batas tertentu, sejarah dan mitos menjadi satu dan merupakan suatu bagian dari filsafat hidup. Dalam hal ini historiografi tradisional Afrika menyerupai historiografi Eropa sebelum revolusi ilmu pengetahuan memecah filsafat ke dalam berbagai bagian. Pembuatan dan penyampaian tradisi bukanlah pekerjaan ahli-ahli sejarah sebagaimana menurut pandngan modern, tetapi pekerjaan pendeta dan ahli-ahli agama, orang-orang tua, dan orang-orang bijaksana pada umumnya. Tradisi tidak hanya menjelaskan hubungan antara para nenek moyang dari komuniti-komuniti yang berbeda tetapi juga hubungan dengan komuniti yang dinyatakan dalam bentuk cerita, puisi suci, ritual agama, dan manifestasi-manifestasi cara hidup dalam masyarakat.
Pembuatan dan penyampaian tradisi adalah berlainan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Hal itu tergantung pada luas, sifat alamiah, kepercayaan, dan sumber-sumber penghasilan dari suatu komuniti tertentu. Dalam masyarakat-masyarakat yang terdiri atas berbagai segmen-segmen dimana peranan-peranan seringkali tidak dibeda-bedakan, adalah suatu bagian dari fungsi-fungsi kepala klien untuk memegang peranan politik dan agama yang khusus. Tetapi dalam negara-negara yang terorganisasi, khususnya negara-negara dengan monarkhi yang terpusat, misal: Benin, Ashanti, atau Dahomey, dimana implikasi-implikasi politik dan legal dari tradisi merupakan hal-hal yang penting sehari-hari, pembuatan dan penyampaian tradisi menjadi suatu spesialisasi yang terkontrol dan penuh aturan.
b. Penyampaian dari mulut ke mulut
Cara yang paling umum dalam menyampaikan tradisi adalah melalui cerita-cerita, fabel-fabel, dan peribahasa-peribahasa yang diceritakan oleh orang-orang yang lebih tua kepada mereka yang lebih muda sebagai bagian dari pendidikan umum. Di dalam kesempatan bercerita itu, sesudah makan malam di dalam kelompok-kelompok keluarga atau selama pesta-pesta bulan purnama ketika orang-orang tidak tidur hingga larut malam. Tradisi-tradisi menceritakan asal mula adanya hubungan dari seluruh komuniti atau dari keluarga klien tertentu. Kejadian-kejadian yang lebih akhir, yang telah muncul di dalam sejarah dapat diingat, khususnya hal-hal yang terjadi dua atau tiga generasi yang terdahulu juga diceritakan.
Tradisi-tradisi disampaikan secara lebih formal bila ada pranata-pranata pendidikan yang terorganisasi, umpamanya yang berhubungan dengan ritual masa dewasa, inisiasi ke dalam tingkat-tingkat umur dan kelompok-kelompok rahasia, atau selama latihan atau pendidikan untuk menjadi pendeta atau ahli agama. Rite-rite inisiasi untuk seorang calon raja yang terpilih menduduki tahta kerajaan adalah amat menarik perhatian. Sebagai penerus dan wakil para nenek moyang, raja menjadi penjaga dari tradisi-tradisi komuniti. Salah satu dari fungsi-fungsi terpenting dari rite-rite mendahului pentahbisannya sebagai raja adalah menginisiasinya ke dalam rahasia-rahasia para nenek moyang dan kepercayaan tradisional rakyatnya. Raja yang baru seringkali mengumumkan gelarnya sendiri, hali ini dimaksud untuk mrnandai harapan-harapan dari masa pemerintahannya. Proses penyampaian dari mulut ke mulut tersebut meliputi:
1) Genealogi-genealogi
Dalam genealogi dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yakni: nenek moyang pertama, keturunan yang terakhir, dan rentetan orang-orang antara 1 dan 2. Struktur genealogi itu divergen dari nenek moyang pertama ke keturunan kemudian.
2) Kejadian-kejadian simbolik dari masa lampau yang didramatisasikan ke hadapan umum
3) Gelar-gelar
4) Nyanyian-nyanyian untuk pemujaan
Proses penyampaian tradisi tidak terlepas dari pembentukan tradisi. Tradisi dibuat oleh mereka yang menyampaikan tradisi, misalnya orang-orang yang lebih tua di desa dan di klien. Orang-orang tersebut kadang ditunjuk dari anggota-anggota suatu keluarga yang dianggap mampu melakukan. Cara penyampaian tradisi:
1) Cara secara umum melalui cerita, fable, dan peribahasa yang diceritakan secara turun-temurun.
2) Dalam acara yang formal seperti ritual masa dewasa, latihan menjadi pendeta atau ritual menjadi calon raja.
c. Unsur historiografi tradisional Afrika adalah:
1) Kepercayaan yang asasi akan adanya kelanjutan hidup. Misalnya: mitos Horus yaitu raja-raja yang sudah mati, tetap terus mempengaruhi perbuatan dari luapan sungai Nil.
2) Penghormatan pada nenek moyang. Yaitu setiap komuniti didirikan oleh seorang nenek moyang atau sekelompok nenek moyang. Nenek moyang telah menetapkan dasar dari hak dan kewajiban hidup yang berlaku untuk segala zaman.
d. Ciri-ciri tradisi mengenai asal mula, yaitu:
1) Tidak mengusahakan suatu pejelasan secara sejarah dalam pandangan masyarakat modern.
2) Mengembangkan perhatian dan penghormatan terhadap pranata-pranata dan praktek dari komuniti.
3) Memberikan penjelasan mengenai dunia dan bersifat filsafat, kesusasteraan dan pendidikan.
4) Kronologi dan penyebab terjadinya sesuatu tidak relevan.
5) Sejarah dan mitos menjadi satu dan menjadi bagian dari filsafat hidup.
6) Pembuatan dan penyampaian tradisi melalui ahli-ahli agama, orang-orang tua, dan orang-orang bijaksana.
No comments