Wajah Japantas Damanik, riang bukan kepalang. Itu karena ia mampu memanen terong Belanda yang ditanamnya di atas lahan seluas 15 rante. Kegembiraan terpancar ketika petani lain harus pasrah membiarkan tanamannya rusak, seperti terong Belanda, jeruk atau cabai terserang penyakit layu bakteri, busuk akar, tanaman kerdil tak menghasilkan. Dalam kondisi ini Japantas mampu mengatasinya.
Ketika Analisa menyambanginya di kebunnya, Desa Dolok Tolong Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Dairi beberapa waktu lalu, pria yang lebih suka disebut sebagai pengamat hama penyakit tanaman ini, justru memanfaatkan tantangan ini sebagai peluang. Ketika buah-buah tertentu terserang virus dan hama penyakit, justru Japantas Damanik meneliti dan mencari akan masalahnya. Jika penyakit tanaman tersebut dapat diatasi, itu artinya upaya Japantas layak dibayar mahal, karena sesuai hukum permintaan ekonomi, bila barang sedikit, maka harga otomatis menjadi mahal.
Artikel lainnya
Pada pertengahan tahun lalu, pria ramah dan murah senyum itu mengatakan untuk pertama kali panen, ia berhasil memetik1 ton terong Belanda.
“Saya menjualnya langsung ke ke supermarket di Medan dengan harga Rp. 12.000 s.d Rp. 15.000 per kilogram. Ketika selesai transaksi , pengusaha supermarket itu mengatakan, kalau masih ada barangnya, kami akan tampung lagi,” begitu kenang Japantas Damanik dengan riangnya. Hasil panen perdana itu ia membawa pulang puluhan juta rupiah.
Jumlah rupiah yang lumayan ini membuatnya bersemangat untuk memperluas areal tanaman terong Belanda. Meski bagi petani lain, membudidaya terong Belanda luar biasa ribetnya karena serangan hama dan virus.
“Saya menanam 1200 pokok dari biji yang saya semai sendiri. Dalam 10 bulan, pohon terong sudah bisa berproduksi, dengan rata-rata satu pohon bisa menghasilkan 12 kilogram buah,” paparnya.
Menurutnya, pada masa panen tanaman terong berusia 9 bulan, proses pemetikan dapat dilakukan 18 kali, karena tidak semua buah ranum sekaligus. Sedangkan hasil yang diperolehnya dari 1200 pokok tersebut pernah menghasilkan 1 ton buah terong.
Japantas mengatakan, buah yang kaya kandungan vitamin A dan C itu ada dua jenis, yakni varitas Taiwan dan lokal. Dia sendiri mengembangkan jenis Taiwan, karena kualitas buahnya lebih bagus dan besar, warnanya cerah, lebih kilat dan lebih digemari pasar. Sedangkan jenis lokal, banyak mengandung biji dan buahnya lebih kecil.
Tidak Mengenal Musim
Yang memotivasi Japantas membudidayakan buah terong Belanda karena, buah ini tidak mengenal musim. Kapan saja bisa berbuah dan dipanen asalkan perawatannya dilakukan dengan baik.
Begitupun, bukan berarti menanam buah ini tanpa tantangan. Apa rahasia Japantas Damanik sukses berkebun terong Belanda?
Saya memprotek hama penyakit yang masuk ke dalam areal tanaman terong dengan penangkal sistem “nano-nano (berbagai cara) dengan menanam bunga matahari, sedap malam dan bangun-bangun untuk menghalau hama. Sebelum hama wereng memasuki areal kebun, dengan proteksi tanaman pagar ini, maka hama tidak tidak sampai menyerang ke tanaman terong, tapi terputus di tanaman pagar “nano-nano” tadi.
Ia mengatakan, keluhan petani buah selama ini masih tetap dihantuivirus yang mengakibatkan tanaman kerdil, buah jarang, busuk akar. Akibatnya produktifitas buah merosot. Dan hal inilah yang dialami petani lainnya di beberapa daerah Kabupaten Dairi, khususnya tanaman jeruk dan terong Belanda.
Japantas juga mengatakan, jika keadaan tidak mendesak, ia tidak akan menggunakan pestisida untuk memerangi hama. Cara yang dilakukan di atas dengan sistem “nano-nano” tadi itu ternyata cukup ampuh menghalau hama tanaman di samping dia sendiri juga pecinta tanaman yang ramah lingkungan dengan menjauhi pupuk kimiawi.
Tidak Gunakan Pestisida
Mengapa tidak memilih pestisida? Damanik menjelaskan, umumnya pemakaian pestisida akan disertai dengan pemusnahan sebagian mikroorganisme yang menguntungkan. Jika pestisida yang digunakan adalah pestisida sintetik, maka nilai ke”organi”annya pun akan sirna. Selain itu, sering memakai pestisida yang tidak sesuai dengan anjuran pemakaian dapat mengakibatkan resistensi terhadap hama tersebut.
Sedangkan untuk memerangi virus, seperti busuk akar, kuning daun, jamur dan lainnya, Japantas menggunakan pupuk cair yang disebut enzim Fitofit.
“Terus terang, tanaman terong Belanda saya banyak dibantu dengan cairan enzim Fitofit, padahal saya hanya menyemprotkannya sebulan dua kali. Bila tanaman sudah diaplikasi Fitofit, meski musim kemarau tanaman tetap segar,” katanya.
Sementara pakar enzim DR.-Ing. Andy Wahab Sitepu, menjelaskan, Fitofit juga mampu membantu tumbuh-tumbuhan mengatur keseimbangan unsur hara yang dibutuhkannya dan menyerap/ memanfaatkan kelebihan pupuk yang menimbulkan kerusakan struktur tanah dan perakaran tanaman serta bahkan menyebabkan kematian tanaman.
Diakhir bincang-bincang dengan Japantas Damanik, ia mengatakan hama atau virus jangan ditakuti, tapi bagaimana kita “memeranginya”, dalam arti bukan membasmi hama dengan pestisida. Tapi dapat dilakukan dnegan aplikasi cairan aplikasi Fitofit, hal ini bukan membunuh virus, tapi menjinakkan virus dalam tanaman dan tanaman tetap selamat malah berkembang semakin baik.
“Ketika serangan penyakit tanaman terjadi, justru disana kita memetik hikmah, bagaimana menyembuhkan penyakit sehingga memperoleh keuntungan? Kalau misalnya tanaman sehat dan buahnya membanjiri pasaran, tapi harga sangat rendah, bukan tidak mungkin petani merugi. Justru kondisi seperti ini membuat petani menjadi serba salah.
(Anthony Limtan di http://harian.analisadaily.com
No comments