Membentuk Kejujuran dengan Kisah
Perkembangan anak merupakan masa-masa yang kaya dengan imajinasi dan fantasi. Oleh sebab itu mereka senang jika diperdengarkan berbagai macam cerita, mereka akan menikmatinya dengan penuh minat dan kegembiraan. Begitu nikmatnya, kadang anak-anak merasa terlibat dan membayangkan diri mereka menjadi tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Seringkali hal ini terbawa kedalam dunia nyata anak-anak biasanya ingin tampil mewakili tokoh cerita yang mereka kagumi.
Cerita memang merupakan wahana yang cukup efektif dalam upaya menumbuhkan sikap dan nilai-nilai dalam diri anak, apakah sikap dan nilai-nilai itu positif atau negatif. Tentunya sangat bergantung pada orangtua, sudah barang tentu mereka akan berupaya agar ahlak yang baiklah yang berkembang dalam pribadi anak. Orang tua bias memilih kisah para nabi dan sahabatnya sebagai bahan cerita dalam rangka ikhtiar memahatkan kejujuran itu kedalam jiwa anak. Ceritakan kisah Rasullulah yang mendapat julukan Al-Amin karena kejujurannya. Dan maish banyak kisah lain yang bisa mendorong tumbuhnya prilaku jujur.
Memberikan Pujian dan Penghargaan Secara Terbuka
Kalau anak mengakui kesalahannya dengan jujur sebaiknya perhatian orangtua lebih tertuju pada kejujurannya dari pada terhadap kesalahannya, apalagi jika kemudian memojokan dan mempermalukanya dihadapan orang lain. Berilah dia pujian yang tulus dan wajar secara terbuka. Kalau seandainya harus memberi hukuman sebagai konsekuensi perbuatan salahnya, usahakan agar penghargaan yang diberikan lebih terasa dibandingkan hukuman itu sendiri. Hal ini mengingat pada dasarnya setiap anak lebih menyenangi pujian dari pada hukuman dan mereka cenderung mengulangi prilaku yang membuat mereka dihargai.
Menyikapi Kesalahan Anak dengan Bijak
Seorang anak cenderung akan berbohong ketika melakukan perbuatan salah, apa bila orangtuanya menyikapi dengan emosional, apalagi disertai dengan tindakan kekerasan, seperti dalam bentuk pukulan. Ia akan berlindung di balik kebohongannya agar selamat dari kemarahan dan hukuman dari orang tuanya. Oleh karena itu, tidaklah bijak menyikapi kesalahan anak dengan amarah, terlebih lagi kalau kesalahannya itu adalah hal yang sepele. Apapun bentuknya akan lebih baik kalau prilaku salah anak dihadapi dengan sikap arif.
Beritahukan kesalahannya dengan lemah lembut bahwa yang dilakukanya itu salah kemudian tunjukan apa yang seharusnya diperbuat agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi. Menghukum anak dengan dorongan amarah memang dapat menghilangkan rasa kesal dalam sekejap namun dampaknya bagi perkembangan jiwa anak akan sangat patal. Dr. Malak Jenjis dalam bukunya “Mengapa Anak-Anak Berbohong” Menurut hasil penelitian para ahli psikologi bahwa 70% anak dari berbagai macam tingkah laku anak yang bersifat bohong berpangkal pada kekuatan terhadap hukuman dan tiadanya prasangka baik dari orang-orang dewasa.
Memberikan Pemahaman dengan Lembut
Pada usia tertentu yaitu antara empat dan lima tahun berbohong pada anak jamak terjadi. Kebohongan pada usia ini disebabkan daya khayal anak yang cukup tinggi. Mereka belum bisa membedakan antara dunia maya dan alam nyata, apa yang mereka alami dalam mimpi atau didengar dari cerita akan terbawa kedalam dunia nyata. Misalnya seorang anak mengaku telah dipukuli oleh pembantunya, padahal anak itu hanya dipukuli dalam mimpi.
Dengan sendirinya kebohongan ini akan hilang, biarkan anak mengembangkan daya hayalnya namun memberikan arahan dengan penuh kelembuatan dan kesabaran tetap diperlukan. Berikan pengertian bahwa antara khayalan dan kenyataan jauh berbeda. Jangan sekali-kali kita menuduhnya pembual, sebab cap semisal itu dapat memberikan konsep kepada diri si anak bahwa dirinya memang pembohong.
Memberikan Perhatian dan Kasih Sayang
Setiap anak mendambakan kasih dan perhatian yang penuh. Mereka akan bahagia bila mendapatkanya dan akan berusaha dengan berbagai macam cara untuk mendapatkanya termasuk berbohong. Perlu di ingatkan bahwa kasih sayang dan perhatian tidak identik dengan uang. Anak-anak tidak hanya butuh uang tetapi juga perhatian sebagai tempat berbagi rasa yang dapat mendengarkan dan tempat berlabuh saat mereka kelelahan. Berbohong, walau dengan alasan untuk merebut perhatian, tetap tidak dibenarkan. Jika dibiarkan berkelanjutan, bisa berdampak tidak baik bagi kesehatan akhlaq anak.
Menanamkan kejujuran Melalui diskusi
Diskusi bagi anak bisa menjadi saran untuk sharing (tukar menukar) bersama kedua orangtuanya, baik itu tentang rasa, pengalaman, atau masalah yang dihadapinya. Sementara itu orangtua juga dapat memanfaatkan diskusi dengan media untuk menanamkan budi pekeriti yang baik. Dalam suasana yang rilek (santai) kita bisa mengangkat kejadian dan prilaku keseharian sebagai topik perbincangan. Tentu saja yang ada kaitanya dengan kejujuran kita coba kemukakan beberapa contoh kejadian dan prilaku jujur kemudian si anak diminta menanggapinya. Setelah itu, kita bawa si anak pada kesimpulan bahwa kejujuran walau sebagaimana pahitnya, melahirkan ketenangan hati, menumbuhkan rasa percaya diri, dan membuat orang lain percaya pada kita.
Membiasakan Berkata dan Bersikap Jujur Kepada Anak
Orangtua merupakan tempat identifikasi anak, apa yang mereka ucapkan dan lakukan akan diserap dan direkam dalam memori anak untuk kemudian ditirunya. Berpijak pada kenyataan ini orang tua dituntut untuk senantiasa menjaga nilai-nilai kejujuran dalam seluruh kata dan perbuatan. Biasakan untuk berkata dan bersikap jujur kepada anak kapan dan dimanapun. Jawab pertanyaan-pertanyaan anak dengan jujur, iklas dan wajar. Jika kita perlu dijawab, berikan alasan yang jujur mengapa kita tidak bias menjawabnya. Tentunya dengan bahasa yang mudah difahami anak.
No comments