Kita pastinya sudah mengenal dan pernah memakan buah apel (Malus domestica). Rasa buah yang manis sedikit masam, dengan tekstur buah yang renyah dan sedikit berair. Warna kulit buah apel juga bermacam-macam, mulai dari yang berwarna merah, hijau, kuning, merah kekuningan, dan merah kehijauan dengan aroma wangi yang unik. Jenis apel yang paling banyak berkembang di Indonesia diantaranya; Rome Beauty, Manalagi dan Anna .
Apel mengandung serat yang mampu menurunkan kadar kolesterol darah dan resiko penyakit jantung koroner. Terdapat dua jenis serat yang ada dalam apel, yaitu serat tak larut yang berfungsi mengikat kolesterol LDL dalam saluran cerna. Serat larutnya yang berupa pektin akan mengurangi produksi kolesterol LDL di hati, menurunkan kolesterol dan mampu mengatasi diare.
Sejarah tanaman apel di Indonesia
Kalau kita melihat dari segi sejarah, tanaman apel pada dasarnya merupakan tanaman buah tahunan (perennial) yang berasal dari daerah subtropis. Di Indonesia daerah sentra budidaya apel yang paling terkenal ada di Jawa Timur, khususnya di Kabupaten Malang, tepatnya di daerah Batu dan Poncokusumo. Selain itu pengembangan apel juga menyebar hingga Pasuruan di daerah Nongko Jajar serta beberapa daerah di Indonesia Timur seperti NTT, Bali dan Papua.
Tanaman apel masuk ke Indonesia sekitar tahun 1930 yang dibawa oleh orang Belanda yang menanamnya di daerah Nongkojajar, Pasuruan. Kemudian pada tahun 1953, Lembaga Penelitian Hortikultura, yang dahulu bernama Bagian Perkebunan Rakyat mendatangkan apel jenis Rome Beauty dan Princes Noble. Selanjutnya tahun 1960 mulai banyak tanaman apel yang terus berkembang hingga sekarang.
Kondisi Lingkungan
Dikarenakan tanaman apel bukan tanaman asli Indonesia, maka kita mencontoh kondisi lingkungan yang sama dengan daerah asalnya. Di Indonesia atau daerah tropis, tanaman apel akan tumbuh baik pada ketinggian 700-1200 m di atas permukaan laut atau di daerah pegunungan. Untuk memaksimalkan produktifitas tanaman apel, maka setidaknya curah hujan antara 110-150 hari/tahun. Dengan keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa tanaman apel membutuhkan kondisi cuaca yang dingin dan basah.
Budidaya apel secara organik
Agar produktivitas tanaman apel bisa maksimal, maka kebutuhan hara Nitrogen, Phospor dan Kalium harus tersedia dalam jumlah yang cukup. Begitupula kebutuhan hara mikro lainnya. Pada dasarnya kebutuhan nitrogen tanaman apel tahun pertama berkisar antara 60-100g/pohon. Dimana penyerapan unsur hara yang paling besar adalah pada saat awal pertumbuhan pasca rontok daun atau setelah pemangkasan dan saat pertumbuhan buah.
Seperti yang sudah kita pelajari, bahwa tanaman jenis leguminosa mampu memfiksasi nitrogen di udara. Jumlah fiksasi nitrogen oleh legum juga bervariasi, mulai dari 80-250 kg N/ha/th. Dimana nitrogen tersebut akan tersedia bagi tanaman lain setelah dilakukan pemotongan dan terurainya sistem perakaran legum.
Umur pemotongan legum semak adalah saat mulai berbunga atau umur 60 HST (hari setelah tanam). Maka penanaman legum semak dilakukan 2 bulan sebelum rontok daun dan saat tanaman apel mulai berbunga.
Beberapa jenis tanaman legum yang dapat dijadikan sebagai pupuk hijau diantaranya alfalfa, kembang telang, kacang kedelai dan sentro. Jarak tanam legum dari pohon apel adalah 60 cm. Tanaman legum tersebut ditanam di seluruh permukaan lahan tempat budidaya apel sebagai tanaman penutup tanah (cover crop) .
Lakukan rotasi tanaman cover crop dari jenis leguminosa, rerumputan dan sawi sebagai sumber pupuk hijau. Dengan melakukan teknik rotasi, maka pertumbuhan hama dan penyakit dapat dihindari. Selain itu keanekaragaman organisme yang hidup di lahan atau perkebunan kita akan semakin banyak.
Untuk mendapatkan keuntungan berupa unsur hara makro dan mikro dari tanaman cover crop adalah dengan dipotong dan dibiarkan terurai di permukaan tanah pada saat menjelang berbunga. Hal tersebut dilakukan karena kandungan nutrien tanaman cover crop mencapai puncaknya pada saat berbunga (fase generatif).
Tanaman jenis rerumputan yang cocok ditanam di kebun apel diantaranya rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput benggala (Panicum maximum) dan rumput setaria (Setaria sphacelata). Unuk tanaman jenis rerumputan perlakuan dalam pemotongan perlu diperhatikan. Karena tanaman tersebut dapat tumbuh kembali setelah pemotongan, maka cara pemotongannya adalah dengan menggunakan cangkul dan memotong sampai permukaan tanah.
Dengan teknik tersebut maka batang dan akar tanaman akan terlepas. Kemudian biarkan hasil potongan rumput maupun legum tersebut di permukaan tanah. Sehingga rerumputan tidak akan tumbuh kembali dan menjadi pupuk hijau yang kaya hara nitrogen, phospor dan kalium sekaligus berguna mulsa organik penutup tanah yang mampu menekan pertumbuhan gulma.
Untuk meningkatkan keanekaragaman organisme dan siklus kehidupan di lahan kita, maka ada baiknya kita juga melakukan penanaman leguminosa pohon atau perdu. Legum perdu seperti pohon turi, pohon gamal, pohon lamtoro dan kaliandra mampu memfiksasi nitrogen diudara dalam jumlah yang banyak.
Selain kemampuan fiksasi nitrogen, pohon leguminosa perdu merupakan habitat yang baik bagi predator serangga sumber hama dan penyakit tanaman apel maupun cover crop. Penanaman legum perdu yang paling baik dan efektif adalah dengan cara menanam berselang-seling antara pohon apel. Sehingga apabila ada pohon apel yang terserang hama, maka hama dari pohon apel tersebut tidak dapat langsung menyerang pohon apel lainnya, karena lokasinya terpisah dengan pohon legum.
Persiapan lahan dan penanaman
Dikarenakan teknik yang kita gunakan disini adalah teknik organik, maka sebelum dilakukan penanaman apel perlu perlakuan peningkatan kandungan hara makro dan mikro di tanah. Untuk mengisi kandungan unsur hara makro dan mikro di tanah caranya adalah dengan melakukan penanaman legum semak dan perdu.
Setelah tanaman leguminosa semak berumur 1 bulan, baru dilakukan penanaman apel. Jarak tanam antara apel maupun legum perdu adalah 1,5X3 meter atau 2000-2500 pohon/ha. Siapkan lubang tanam dengan ukuran 50X50X50 cm. Campur tanah galian dengan pupuk kompos 1:1. Masukkan bibit tanaman apel, tutup dengan campuran tanah dan pupuk kompos.
Tekan perlahan tanah lokasi tanam kemudian siram dengan air secukupnya. Tutupi lokasi lubang tanam dengan cara menyebar jerami padi disekeliling tanaman apel. Perlakuan tersebut diamksudkan untuk meningkatkan kelembaban dan kemampuan absorpsi atau penyerapan air oleh tanah. Selain itu dengan adanya jerami di sekitar tanaman apel, maka biji gulma tidak dapat tumbuh karena tidak mendapat sinar matahari.
Pemangkasan
Terdapat 4 periode pemangkasan pada pohon apel. Pemangkasan cabang primer, pemangkasan cabang sekunder, pemangkasan cabang air (water sprout) dan pemangkasan pembungaan. Sistem yang akan dijelaskan disini adalah sistem tall spindle.
Pada sistem Tall Spindle Tanaman hanya memiliki 1 cabang primer. Apabila terdapat dua atau lebih cabang primer, maka seleksi dan pelihara cabang yang paling sehat. Pangkas atau hilangkan cabang sekunder yang diameter batangnya sama atau melebihi diameter cabang primer. Pangkas atau hilangkan cabang sekunder yang lemah dan diameter batangnya terlalu kecil.
Posisi cabang sekunder harus membentuk sudut 45 derajat. Apabila cabang sekunder kemiringannya kurang dari 45 derajat, maka cabang tersebut harus ditarik kebawah dan dikunci dengan kawat atau penjepit pakaian. Untuk memicu pembungaan, maka setelah pohon memiliki bentuk yang diinginkan, rontokkan semua daun kemudian lakukan pemangkasan pada tanaman cover crop.
Sumber :
Dart, J. 2008. Intensive Apple Orchard Systems. Profitable and Sustainable Primary Industries. Primefacts. District Horticulturist Intensive Industries Development NSW DPI. Tumur. 815.
Yao, S. Training Young Apple Trees to The Central Leader System. NM State University. Guide H-33.
Gambar :
http://www.omafra.gov.on.ca/neworchard/images/apples/7systemf3-zoom.jpg
https://nmfruitgrowers.files.wordpress.com/2011/10/spindle-system-apples.jpg
No comments